HINA ISLAM DI FACEBOOK, DOSEN DI ACEH DIANGGAP YAHUDI:
Rumah milik Dosen Universitas Malikussaleh, Mirza Alfath di Lhokseumawe,
Nangroe Aceh Darussalam, dicoret dengan simbol Yahudi. Hal ini dikarenakan
warga yang tinggal di sekitar rumah Mirza masih kesal dengan dosen yang baru
menyatakan bertobat lantaran menghina Islam itu.
Sebelumnya Mirza menulis status di akun Facebook miliknya yang dianggap melukai
umat Islam. Mirza pun diamankan petugas guna menghindari hal-hal tak
diinginkan.
Pantauan wartawan koran ini, Minggu (25/11), rumah milik Mirza terlihat masih
terkunci dan diberi garis polisi. Rumah tersebut masih terlihat berantakan
dengan pecahan kaca dan bebatuan di depannya. Malah kini pagar rumah
tersebut telah ditulis kata Yahudi dengan cat.
"Kami tidak tahu siapa yang menulis kata Yahudi di pagar rumah tersebut.
Kami mengetahui sejak sore kemarin tulisan itu sudah ada. Terkait siapa yang
tulis kami tidak melihat dan mengetahuinya," ungkap Darmawan, warga
sekitar yang ditemui Rakyat Aceh.
Meski polisi telah mengembalikan Mirza pada pihak keluarganya, tetapi sejauh
ini keberadaannya tidak diketahui oleh masyarakat. Bahkan rumah milik Mirza
tidak pernah dikunjungi oleh pihak keluarganya. Sesekali hanya petugas
kepolisian saja yang terlihat datang memeriksa.
"Kami warga sekitar intinya tidak menerima kalau dirinya tinggal di dusun
ini. Meski dia secara terbuka sudah minta maaf kemarin. Menyangkut
keberadaan dirinya, kami tidak mau tahu tentunya. Yang jelas rumah itu dalam
beberapa hari tidak ada yang datang kecuali petugas kepolisian," ucapnya.
Sebelumnya, Selasa (20/11) lalu rumah milik Mirza Alfath di Jalan Koperasi,
Keude Aceh, Lhokseumawe dilempari sejumlah warga. Aksi tersebut diduga dipicu
status akun facebook miliknya, yang dinilai mencederai Islam.
Akibat kejadian ini beberapa bagian bangunan rusak. Dari amatan Metro Aceh di
TKP, sejumlah kaca jendela depan rumah milik dosen ini pecah. Namun pada
saat itu, pemilik rumah sedang tidak berada di lokasi. Pasalnya, Mirza memang
belum menempati rumah yang sudah dalam tahap penyelesaian pembangunan itu.
Kasus
Penghinaan TransTV:
JAKARTA – Seseorang dengan inisial IW dikabarkan telah digelandang ke Polda
Metro Jaya atas kasus pencemaran nama baik. Parahnya, ia mencemarkan nama baik
lewat bantuan blog.
Dilansir melalui blog pribadi Ndorokakung, Selasa (23/12/2008), polisi telah
meringkus seorang lelaki yang diduga kuat mantan karyawan stasiun televisi itu
di sebuah warnet di kota kecil, Jawa Timur pada tanggal 13 Desember kemarin.
Pelaku, yang ternyata mantan karyawan TransTV, harus menghadapi dua jeratan
hukum, pencemaran nama baik dan pemalsuan identitas. Tuduhan ini harus
diterimanya karena selain melakukan pencemaran nama baik lewat bantuan blog, ia
pun mengirimkan email mengenai kebobrokan stasiun televisi tempat ia pernah
bekerja tersebut melalui beberapa milis dengan menggunakan akun email orang
lain.
Ternyata setelah diusut blog tersebut memang penuh dengan caci maki dan hinaan
terhadap mantan perusahaannya, apa lagi jika bukan TransTV. Kabarnya, ia mampu
menuliskan semua kebobrokan tersebut karena dirinya memiliki kedekatan dengan
beberapa orang kepercayaan TransTV. Bahkan menurut salah satu sumber okezone di
perusahaan yang berganti nama menjadi Transcorp tersebut, IW memang dipecat
sekitar tahun 2005 lalu. Dia dituding telah melakukan penggelapan sejumlah
uang, yang membuat perusahaan merugi.
Hingga saat ini belum ada yang bisa dimintai keterangan. Namun, dipanggilnya
Enda Nasution oleh pihak Cybercrime Polda Metro Jaya sebagai saksi ahli,
merupakan bukti kuat adanya aksi penangkapan tersebut.
Penyidik Mabes Polri AKBP Faisal Thayib, menyatakan seorang Blogger yang
dianggap menghina orang atau institusi lain dapat terancam pasal 335 dan 310
KUHP, bahkan dapat ditambah dijerat dengan undang-undang informasi dan
transaksi elektronik (UU ITE).
“Setiap wilayah kepolisian punya otoritas sendiri, saya belum mengetahui adanya
penangkapan seorang blogger yang dianggap menghina TransTV, menghina maka bisa
dijerat dengan pasal 310 dan pasal 335,” ujar Faisal.
Pasal 335 KUHP merupakan pasal terkait perbuatan tidak menyenangkan. Sedangkan
pasal 310 KUHP terkait dengan pasal pencemaran nama baik. Kedua pasal tersebut
kemungkinan akan menghasilkan jeratan hukum kepada pelakunya berupa penjara
selama 5 hingga enam tahun.Sedangkan pada UU ITE, pasal 27 mengenai asusila,
perjudian, penghinaan , pemerasan dan pencemaran nama baik melalui media
elektronik maka pelaku dapat terkena hukuman penjara selama enam tahun dan
denda maksimal satu miliar rupiah.
Kasus
Penistaan Agama:
Sebaiknya kita ketahui, saat itu media masa kita, tak terkucali online media ,
berlomba-lomba memberitakan kerusuhan yang memakan korban 3 gereja itu. Sayang
sekali, perlombaan mutu jurnalisme itu justru membuat borok media kita
terpamerkan di hadapan public. Hamper seluruh penyedia berita di internet
menawarkan kronologi dan sebab-akibat peristiwa tragis tersebut. Kompak,
media-media itu bermula dari proses persidangan kasus penodaan agama di
pengadilan negri temanggung dengan terdakwa Antonius Richmon Bawean.
Yang jadi masalah itu rupanya tidak tahu persis: apakah siding yang di
gelar hari itu beragenda pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum oleh jaksa
penuntut umum atau pembacaan vonis oleh majelis hakim. Ketidak tahuan ini
sepertinya remeh, tapi dampaknya bisa fatal buat pembaca.dan payahnya,
ke-oon-an itu di tunjukan portal-portal berita tersohor di negri ini. Kerusuhan
yang bernuansa SARA juga meletup di temanggung , jawa tengah. Massa yang
tak puas terhadap tuntutan 5 tahun terhadap Antonius Richmond Bawengan,
terdakwa penistaan agama di pengadilan negri temanggung, mengamuk. Massa
menilai vonis ini terlalu ringan. Dan para wartawan tampaknya binggung
memberitakan peristiwa ini. Awalnya detik.com bilang bahwa persidangan baru
memasuki tahap penuntutan dan dakwaan.
Agaknya wartawan dan redektur detik.com yang membuat berita ini tidak mengerti
tahap demi tahap persidangan perkara pidana. Mereka tidak dapat membedakan
tuntutan dan vonis. Mereka binggung,kebinggunngan mereka tampak menjadi-jadi
bila kita baca paragraph kedua. Sepertinya para para pembaca sengaja di buat
larut dalam kebingungan itu. Mari kita perhatikan : “ ada pengadilan penodaan
agama divonis hari ini. Vonisnya sudah maksimun sesui dengan tuntutan
jaksa yakni 5 tahun tapi massa menghendaki hukuman mati. Massa marah”, kata
kapolda jawa tengah Irjen Pol Edward Aritonang saat di hubungi detik.com,
selasa (8/2/2011). Meskipun Edward menyebutkan vonis, namun agenda sidang yang
betul adalah tuntutan. Ketidak tahuan dan kesalahan juga di lakukan
liputan6.com. mari kita cermati berita judul pelaku kerusuhan di temanggung
terindentifikasi. Di situ tertulis: kerusakan terjadi di temanggung di picu
tuntutan jaksa terhadap Antonius Richmond Bawean, terdakwa kasus penistaan
agama di pengadilan negri setempat. Massa marah lantaran jaksa Cuma menuntut
terdakwa 5 tahun penjara. melanggar pasal 28 ayat (2) Atas dakwaan tersebut,
massa langsung menyerbu terdakwa dan meja sidang.Mirip detik.com, liputan6.com
juga buta terhadap jalannya persidangan perkara pidana. Dalam konteks ini,
lkiputan6.com tidak bisa membedakan dakwaan dan tuntutan. Meski dakwaan dan
tuntutan sama-sama dilakukan jaksa, tetapi keduanya jelas berbeda.
Koranbaru.com juga tak luput dari kebinggungan . sebuah berita vivanews.com
yang di kutip yahoo berjudul “ Anonius dan perusakan gereja di temanggung ”
menunjukan hal itu. Di situ tertulis: setelah proses hukum berlangsu g. hari
ini sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Antonius di langsungkan di PN
temanggung. Majelis menuntut dia lima tahun penjara. Dan berita ini juga di
muat di kompas.com. ternyata sekali tiga uang.dalam berita berjudul “ Richmond
Bawengan belum belum ajukan banding “ terjadinya kekeliruan dalam berita-berita
tersebut. Pembaca yang mengerti hukum pasti geleng-geleng kepala. Sejak kapan
jaksa penuntut umum di beri wewenang untuk memvonis terdakwa?
Contoh
penistaan agama:
Hakim Pengadilan Negeri Bekasi
akhirnya memvonis pelaku penistaan agama Wattimurey Petrus di Bekasi. Petrus
divonis 3 tahun penjara karena dinilai terbukti secara meyakinkan telah
melakukan penistaan agama di Masjid Darul Ulum, Jati Kramat, Kota Bekasi
beberapa waktu lalu.
Vonis dibacakan secara
bergantian oleh majelis hakim Siti Basariah (Ketua majelis), Burhanuddin (hakim
anggota, dan Mustofa (hakim anggota),Kamis (03/01/2013).
Hukuman diberikan kepada Petrus
terkait kasus penghinaannya terhadap kegiatan takbiran dan shalat Idul Fitri di
Perumahan Jati Kramat Bekasi tahun 2012.
Saat itu, masyarakat sedang
bertakbir sambil menunggu shalat Idul Fitri dimulai. Tiba-tiba, Petrus datang
meminta suara sound-system agar dihentikan.
“Dia menganggap takbiran dan
shalat Id masyarakat itu mengganggu dirinya lalu dia minta suara sound-system
dihentikan,” jelas Ketua Pushami Muhammad Hariadi Nasution kepada hidayatullah.com, Kamis (03/01/2013).
Contoh
kasus fitnah :
LONDON (Berita SuaraMedia) – Memang
susah menjadi aktivis Muslim di negara yang diwarnai oleh fobia Islam.
Salah-salah, dapat dituduh yang bukan-bukan. Pengalaman yang tidak menyenangkan
seperti itu sempat dialami oleh Inayat Bunglawala, seorang aktivis Muslim di
Inggris. Bunglawala yang merupakan penentang kelompok ekstrimis malah disangka
pendukung kelompok semacam itu.
Inayat Bunglawala adalah seorang system
engineer di Luton yang juga menjabat sekretaris media Dewan Muslim Inggris.
Bunglawala telah menulis berbagai artikel untuk The Times, Daily Telegraph, The
Guardian, Daily Express, The Observer, dan The Sun. Artikel-artikel Bunglawala
berfokus pada isu-isu Islam dan isu-isu terkini. Sebagai seorang aktivis Islam,
Bunglawala telah menjadi anggota Muslim Muda Inggris sejak tahun 1987 dan kini
ia menjadi co-presenter dalam sebuah acara mingguan, Politics and Media
Show" yang ditayangkan oleh Islam Channel.
Pada bulan Maret 2012, surat kabar
Mail on Sunday menurunkan sebuah artikel yang menyebut Bunglawala sebagai
ekstrimis pendukung Abu Qatada dan Al-Qaeda. Artikel itu juga menyatakan bahwa
terdapat dasar-dasar yang kuat untuk menduga Bunglawala telah menikam seorang
pria di kediaman Bunglawala pada bulan Desember 2009. Bunglawala lantas membawa
kasus tuduhan oleh Mail on Sunday tersebut ke pengadilan. Pengacara Bunglawala,
Stevie Loughrey, menyatakan kepada Justice Eady di Pengadilan Tinggi London
bahwa kliennya tidak tidak melakukan kejahatan apa pun.
Terdapat penjelasan bahwa seorang
pria menyusup ke dalam rumah Bunglawala pada bulan Desember 2008 tersebut.
Bunglawala menikam pria tersebut guna melindungi diri dan keluarganya. Pria itu
ternyata dalam keadaan mabuk. Sedemikian mabuknya, sampai-sampai ia tidak ingat
insiden yang telah terjadi. Hanya berselang 24 jam setelah publikasi, Penuntut
Kerajaan memberi konfirmasi bahwa ia tidak akan mengambil tindakan apa pun
terhadap Bunglawala.
Lebih jauh, Loughrey menjelaskan
bahwa kliennya bukanlah pendukung dan tidak memiliki kesamaan tujuan dengan Abu
Qatada atau Al-Qaeda. Kliennya juga telah seringkali secara terbuka mengkritik
Al-Qaeda. Menurut Loughrey, Mail on Sunday telah mengaku bahwa surat kabar
tersebut telah membuat tuduhan yang salah. Mail on Sunday pun telah meminta
maaf dan akan memberi ganti rugi kepada Bunglawala.
Sikap Bunglawala yang tidak
mendukung kelompok ekstrimis dapat dilihat pada tulisannya yang dilansir oleh
The Guardian pada tangal 12 Januari lalu. Dalam tulisan tersebut, Bunglawala
mengungkapkan penentangannya terhadap keputusan untuk melarang kelompok
ekstrimis. Sikap menentang itu diambil bukan karena Bunglawala mendukung
kelompok-kelompok semacam itu. Namun, sikap itu dipilih Bunglawala semata-mata
karena ia melihat pelarangan itu sebagai instrumen yang tidak efektif dalam
mengatasi gerakan fundamentalis.
"Yang pasti, mayoritas Muslim
Inggris telah dipermalukan dan dibuat frustasi oleh upaya Al-Muhajiroun dalam
mencari publisitas dan tindakan yang jelas-jelas erpulsif, termasuk diantaranya
menyelenggarakan pertemuan memperingati 9/11 dengan judul "Hari Besar
dalam Sejarah", meneriakkan ejekan terhadap para serdadu Inggris yang baru
kembali dari tugas di Irak, dan mengumumkan "Gerak Jalan untuk
Syariah" melewati Trafalgar Square guna menyebarkan visi mereka tentang
hal yang berdasarkan interpretasi Inggris mungkin akan dipandang Inggris
sebagai hukum Islam," tulis Bunglawala dalam artikelnya untuk The Guardian
tersebut.
"Bukti yang paten menunjukkan
bahwa tujuan Al-Muhajiroun dan perpanjangannya adalah untuk memecah-belah dan
mempolarisasi komunitas-komunitas dengan cara memunculkan opini publik yang
menantang Muslim. Dan untuk semua kecaman mereka terhadap aktivitas
Al-Muhajiroun, banyak media kita telah tergelincir ke dalam penciptaan
kekeliruan ini. Memang benar bahwa larangan terhadap Al-Muhajiroun untuk
sementara akan membuat surat kabar kita meninggalkan pembuat onar favorit
mereka. Tapi, untuk berapa lama? Pada tahun 2007, pemerintah telah melarang dua
perusuh yang mencakup unsur Al-Muhajiroun, Al-Ghurabaa dan Sekte yang
Terselamatkan (Saved Sect). Namun, itu tidak lama sebelum wajah yang sama
muncul lagi di balik nama organisasi yang baru dan berlanjut sebagaimana
biasanya dari tempat dimana mereka tertinggal. Jadi, teradpat pertanyaan
tentang seberapa efektif larangan ini dalam pelaksanaannya," urai
Bunglawala lebih lanjut dalam artikel tersebut.
"Cara yang sesuai untuk
menangani tindakan para anggota Al-Muhajiroun adalah dengan cara yang
transparan dan melalui sistem hukum kita. Jika individu-individu diketahui
telah melakukan kekerasan, maka mereka harus dihukum."
Gerakan Al-Muhajiroun adalah gerakan
yang beberapa waktu lalu menggelar aksi parade controversial dalam menyambut
datangnya jenazah para tentara yang berperang di Irak dan Afghanistan.
Parade tersebut rencananya akan
digelar di Wootton Bassett, namun akhirnya dibatalkan setelah mendapat
pertentangan dari beberapa pihak, termasuk komunitas Muslim sendiri.
Muslim di Wiltshire mengatakan
mereka akan meminta grup kontroversial Islam4UK bertanggung jawab jika usulan
demonstrasi menimbulkan reaksi yang rasial di wilayah mereka.
Pusat Kebudayaan Islam Wiltshire
telah meminta Polisi Wiltshire untuk tidak membiarkan pawai Wootton yang
direncanakan berbaris melalui Bassett, kota yang terkenal karena cara
penghormatan mereka kepada tentara yang tewas yang kembali ke Inggris.
KASUS
FITNAH:
Sidang kasus kerusahan Sampang, Madura, dengan terdakwa Rois
Al Hukama, akhirnya digelar di Pengadilan Negara (PN) Surabaya. Rois diduga
sebagai otak kerusahan berbau SARA yang terjadi Madura beberapa waktu lalu.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan, jaksa penuntut umum (JPU)
menjerat Rois dengan tiga pasal sekaligus yaitu Pasal 338 ayat (1) KUHP tentang
pembunuhan, Pasal 354 ayat (2) KUHP, dan Pasal 170 ayat (2) KUHP tentang
pengeroyokan. Mendengar dakwaan itu, Rois dengan tegas mengatakan kalau semua
yang dituduhkan terhadap dirinya adalah fitnah.
Pada kasus kerusuhan di Dusun Nangkernang, Karanggayam, Omben, Sampang, Madura
pada 26 Agustus lalu, Rois diduga menyuruh dan memprovokasi warga untuk
menyerang kelompok Syiah, sehingga menyebabkan hilangnya nyawa.
Sedangkan menurut JPU Ismunadi, pimpinan kelompok Sunni tersebut kerap
menyampaikan tausiah kepada jamaahnya agar menjauhi warga Syiah karena
mengajarkan ajaran sesat serta memprovokasi warga agar melakukan pengusiran.